Sabtu, 10 Desember 2011

Do it Your Self bok!

Minggu kemarin adalah waktu yang sangat melelahkan bagi kami. Bagaimana tidak, Seharian dari pukul 9.00 pagi hingga 03.00 subuh kami harus berhadapan dengan aroma pekat tinta sablon dan tenner. Projek ini bukanlah inisiasi kami awalnya. Namun ditempat kami biasa nginap dan beraktifitas (edelweisunhas)sedang memiliki kegiatan, akhirnya kami berinisiatif untuk menyumbangkan tenaga kami guna mereka gunakan dalam pencarian dana kegiatan yang dimaksud. Nah, hingga tengah malam nampaknya sablonan sudah seperempat bagian selesai dan berkat lobi, akhirnya kami kebahagian kaos polos unutk disablon sendiri. akh, senangnya dapat baju baru lagi..gratis pula..ini dia prosesnya saudara-saudara...
persiapan sebelum mencetak
nah, kalau ini filmya sudah siap obok-obok dengan tinta
jadi deh bajunya..tawwa
cihuyyy..baju baru,,,baju baruuuu

Sabtu, 08 Oktober 2011

Masyarakat kampung Tj.Rangas yang akrab dengan laut


(sebuah catatan singkat wawancara dengan tokoh masyarakat Tj.rangas)

Kampung rangas dalah sebuah kampung yang berada di pesisir pantai timur kota Kabupaten Majene, sebuah kampung yang terletak di Propinsi Sulawesi Barat. Menurut pengakuan seorang tokoh masyarakat didaerah ini, Kampung Rangas merupakan kampung yang telah berdiri ratusan tahun lamanya. Selain memiliki tenggang rasa yang tinggi, masyarakat di kampung ini pula sangat giat dengan aktifitas di laut, mulai dari mencari ikan sampai dengan membuat kapal bercadik atau yang biasa dikenal dengan sandeq (sebuah perahu tradisonal berukuran kecil khas sulwesi barat yang memiliki cadik dikedua sisinya).
bersama bapak nelayan

perahu bercadik

   

perahu bercadik sandar

Masyarakat yang mendiami daerah pula ini sangatlah beragam, hal ini terlihat dengan corak penggunaan bahasa dan dialeknya yang beragam. Menurut warga yang kami temui, bahasa dan dialek disini sangat dipengaruhi oleh dialek beberapa etnis di sulawesi selatan, misalnya Toraja, Bugis dan Makassar. Namun kekentalan bahasa bahasa asli suku mandar pula terletak disini. Kata Tokoh masyarakat Rangas.

Luas wilayah kampung yang tak begitu besar serta geografinya yang dikelilingi oleh tebing serta pantai memungkinkan warga daerah ini untuk saling mengenal satu dan yang lainnya. Dalam aktifitas sehari-sehari, masyarakat rangas sebagian besar bangun tidur lebih awal dari kebiasaan umum warga kota. Mereka bangun pukul 06.00 pagi atau sesudah shalat subuh, anak-anak muda dan orang tua berbaur untuk segera menyiapkan perlengkapan mencari ikan, dan baru kembali dari melaut sekitar pukul 10.00 malam atau 12.00, akan tetapi semua bisa berubah berdasarkan keadaan alam, ujar seorang tokoh masyarakat kepada kami.

Dahulu kala disini (kampung Rangas) masyarakatnya sangatlah alamiah, dalam artian masyarakat disini tidak mengenal namanya teknologi, apalagi mesin kapal..!! Saat kami (Warga) berlayar kami hanya mengandalkan tanda-tanda alam sebagai penggerak dan panduan kapal, seperti bintang, ombak layar dan awan..”namun sewaktu-waktu nenek kami dulu menggunakan mantra untuk menenangkan ombak, angin yang kencang serta mantra memuluskan jalannya pelayaran dilaut, Kata tokoh masyarakat kepada kami dengan roman wajah yang serius, mungkin berusaha mengingat-ingat kejayaan mereka saat melaut dahulu.

Masyarakat Rangas juga punya kebiasaan lain, Masyarakat disini sebelum mengenal PDAM atau air kran, masyarakat disini pergi beramai-ramai mengambil air ditempat yang cukup jauh. Tak hanya tua dan muda, anak-anak juga sepulang sekolah tidak langsung makan, melainkan ikut dan terlibat pada kegiatan tersebut. Jadi disini bila sewaktu-sewaktu akan ada perayaan pesta pernikahan atau pesta adat yang lainnya, kami bukan membicarakan persiapan makanan atau jumlah tamu yang akan diundang, melainkah berapa jumlah tenaga sukarela yang akan pergi mengambil air, ujar seorang warga kampung rangas.

Selain radikalnya nostalgia masa silam kampung rangas yang disuguhkan kepada kami, tokoh masyarakat rangas ini pula bercerita tentang bagaimana masyarakat disini merawat kebersihan kepala mereka sepulang melaut bermingu-minggu. Dulu kami tak kenal sampo, katanya. Masyarakat disini merawat kulit kepalanya dengan shampo olahan sendiri, makanya kulit kepala dan rambut mereka kuat, hingga jangan heran, warga disini berambut tebal dan panjang. Salah satunya ibu saya dahulu, ia berumur sekitar 100-an tahun, namun rambutnya hingga ia (ibu dari tokoh masyarakat rangas) meninggal tetap kuat dan tebal. Ujar Tokoh masyarakat Rangas kembali kepada kami.

Ada cerita rakyat yang berkembang pada daerah ini, bahwa nenek moyang atau induk dari daerah kampung Rangas ini adalah seekor ikan. Oleh karenanya daerah ini beserta masyarakatnya sangat dekat dengan aroma amis lautan. Walhasil anak-anak muda pada zaman saya (Tokoh masyarakat Rangas) sudah berani melayari lautan hingga ke Kalimantan dan Daerah-daerah yang lainnya meski hanya bermodalkann pengetahuan membaca tanda-tanda alam dan sedikit pengetahuan yang diajarkan para orang tua kami yang sudah berpuluh-puluh tahun melaut.

Selain kisah-kisah tentang kejayaan melayari lautan nusantara, masyarakat Rangas juga menyimpan beberapa ritus yang masih terjaga hingga saat ini, Misalnya mitos. Dalam diskursus Kebudayaan mitos merupakan sebuah sumber ajaran lisan yang mengintisarikan sebuah ajaran tentang keluhuran hidup, kesederhanaan dan pantangan-pantangan dalam praktek kehidupan harian.

Sungguh kampung yang kompleks!, di kampung Rangas ada sebuah keyakinan tentang ikan, sebuah simbol dari peradaban dan nenek moyang pertama kampung ini. Jika seseorang sedang membakar ikan, maka hendaklah orang tersebut tidak boleh memperlakukan ikan tersebut dengan perlakuan semborono. Dalam arti keterangannya : ikan yang dibakar tersebut tidak boleh dicicipi diatas panggangannya atau ikan tesebut tidak boleh dimakan dengan menggunakan alat bantu yang kotor, misalnya passipi' (sebuah alat jepit tradisional yang terbuat dari bambu dan digunakan untuk menjepit benda yang berukuran kecil, licin dan benda yang sedang dalam keadaan panas). Jika sampai hal tersebut dilanggar maka akan terjadi sebuah peristiwa naas, jika orang tersebut pergi melaut maka ia akan akan dimakan buaya, jika ia kesungai atau rawa ia pula akan dimakan buaya. Seperti itulah mitos ini dipahami masyarakat Rangas, Sebagai sebuah subjek, ikan adalah lambang keterwakilan dari peradaban nenek moyang kampung Rangas. Mereka sangat menghargainya.

Sekali lagi kampung ini membuat jantung kami berdegup kencang, sungguh kampung yang begitu eksistensialis ditengah gemerlapnya masyarakat mellenia merayakan modernisasi, Sisi lain kampung inipun tak kalah radikalnya, Kampung Rangas memiliki Anak-anak yang kuat dan ramah, inilah kesan yang tersungging saat bertemu dengan anak-anak kampung Rangas. Layaknya kebisaan anak-anak diperkampungan nelayan lainnya, mereka juga tak kalah antusiasnya. Sehari-hari kehidupan mereka selalu bertumpu dengan asinnya air laut, panasnya terik matahari dikebun, serta hangatnya pertemanan dan solidaritas diantara anak kampung Rangas.

Biasanya anak-anak Rangas bila tak sedang melaut, mereka hanya menghabiskan waktunya nongkrong di persimpangan jalan-jalan kampung. Atau duduk disalah satu rumah dari teman mereka, disanalah diskusi dan suasana akrabnya terbangun. Ditemani ballo' tala' (tuak, minuman lokal sulbar yang terbuat dari pohon tala) mereka mulai larut dengan riuh dan canda.

bek sedang menikmati pasir putih bersama
anak-anak Tanjung Rangas

bok sedang berbincang-bincang
dengan pemuda Tanjung Rangas

bermain bersama anak-anak


Namun anak-anak ini bukanlah seorang Alkoholik, seperti para candu yang terus menerus bergantung pada benda atau barang yang membuatnya ketagihan. Mungkin kondisi pecandu demikian sangat mudah kita akan temukan di Kota-kota besar namun tidak di Kampung Rangas. Anak-anak ini adalah tipe anak-anak yang memiliki rasa solidaritas yang tinggi, peka dan rela berbuat apapun demi kepentingannya.

Rasa solidaritas demikian bukan hanya isapan jempol bagi mereka (anak-anak rangas), Hal ini terbukti dengan kehadiran mereka dalam setiap persiapan acara-acara adat ataupun pesta-pesta pernikahan. Mereka cukup dipanggil, lalu mereka akan hadir dan bekerja sesuai dengan arahan sang tuan acara. Mereka akan bekerja dengan senang hati dan penuh tanggung jawab. Bagi mereka bekerja diacara-acara seperti itu adalah ajang ngumpul-ngumpul dikampung, mereka senang melakukannya.

Kampung Rangas beserta anak-anak didaerah tersebut adalah sebuah gambaran dinamika sosial yang seharusnya terjadi dan menjadi panutan bagi kita di dunia yang semakin menggila ini. Sebuah kampung nelayan yang terus memainkan dinamikanya sendiri. Inilah sebuah kampung yang bernama Tanjung Rangas. Sebuah definisi kehidupan yang tak sempat direkam oleh sains berabad-abad lamanya. Sudah menjadi keharusan, manusia abad forex ini kembali mendelegitimasi jalannnya dialektika mesin , ruang dan waktu. Bukankah sejarah tak berhak mengeliminir manusia dari mata rantai peradaban? Bukankah negasi yang akan menegasi sebuah dunia yang baru buat kita semua? Semoga jawaban kita adalah berlawan!, mendelegitimasi peradaban mesin-mesin yang menjauhkan kita dari kehidupari kita yang sesungguhnya.

Sahabat Laut

Bok dan Bek


Catatan ini kami dedikasikan buat se-isi alam, warga kampung Tanjung Rangas. Semoga pertempuran kita tak akan berhenti hingga esok hari, hari dimana kita akan berkata tidak pada kerakukasan. Panjang umur kalian semua, sampai berjumpa dibarikade perlawanan. Salam.

Pantai Timur majene,Tj Rangas. kamis 6 oktober 2011

 

bokbek © bokbokbekbek@gmail.com