Senin, 31 Januari 2011

Perjalanan ke dusun Sinoa

pengikisan gunung di dusun sinoa.

dusun sinoa adalah dusun yang terletak di daerah pegunungan bantaeng. apabila kalian melewati daerah jeneponto hingga perbatasan bantaeng, pemandangan yang terlihat adalah jagung sepanjang mata memandang. jagung adalah tanaman andalah masyarakat jeneponto dan bantaeng, hingga mencapai di daerah dusun sinoa diatas pegunungan.

1 mei 2008, perjalanan dari makassar menuju dusun sinoa sebenarnya tanpa sepengetahuanku tujuan kami kemana. tapi setelah melalui terminal malengkeri, saya menebak kami akan kearah gowa keatas. dan betul saja, sesuai instruksi kekasihku dan papan info di mobil, kami akan ke bantaeng.

tiga jam perjalanan hingga ke kota bantaeng dengan menggunakan mobil sewaan, agak mahal memang dengan 30rb perorang. setelah itu kami harus menumpang mobil sayur yang membawa penumpang hingga ke dusun sinoa dengan biaya 10rb peorang. jadi total biaya perjalanan ke dusun sinoa adalah 80rb perorang pulang balik dengan menaiki mobil sewaan, yah sebaiknya kalian hitch hike saja karena 30rb terlalu mahal untuk jarak segitu dan ada banyak pemandangan yang bisa kamu nikmati selain lahan jagung dan padang rumput yang luas di perbatasan jeneponto bantaeng.

setiba di dusun, kami disambut oleh pria berkulit hitam yang saya ketahui nantinya adalah anak kepala dusun sinoa yangsenyum rumahnya menjadi tempat menginap kekasihku ketika melakukan kegiatan penelitian siswa dulunya, maka tak salah kalau mereka begitu akrab. kami disambut hangat ketika sampai ke rumah tembok yang sederhana dengan seorang ibu yang tidak lancar berbahasa indonesia, adik pria tersebut dan seorang pria tua pendek yang tersenyum ramah. tapi saya masih canggung, bahkan untuk duduk di sofa ruangtamu mereka saya agak kaku.

perjalan kali itu agak membuatku terguncang, itulah pertama kalinya kami memulai perjalanan berdua. ada rasa malu-malu, menjaga tampilan dan tak natural. saya berusaha menutupinya namun kami sama-sama masih tahap perkenalan dan gejolak itu tak bisa ditutupi oleh perbincangan kaku seputar proyek penelitian berdua tentang tanaman andalan masyarakat dusun sinoa.

hari pertama kami beristirahat, ada banyak kamar tidur dirumah itu. tidur kami lumayan nyenyak hingga tak mengetahui keberangkatan kepala dusun ke kebun. udara di dusun tersebut sangat dingin, membuatku segan beranjak lekas-lekas, meski dengan paksaan sang kekasih. belum lagi saya harus menyentuh air di bak mandi, dingin euy. tapi tentu tanpa melewatkan pemandangan belakang rumah yang tak mungkin bisa kami dapatkan di perkotaan.

sehabis membersihkan diri, mak mengajak kami sarapan. seperti di kampung-kampung manapun, makanannya terasa begitu luarbiasa enak. kami berkali-kali nombok, sayur daun ubi dengan santan kelapa, sambel terasi dengan lauk ikan kering, saya pikir ini tak bisa disamakan dengan makanan restoran apalagi siap saji. selesai makan, membersihkan sisa makanan, kami berencana akan berjalan-jalan ke daerah pertanian kampung.

berjalan kaki didaerah tinggi seperti sinoa tidak akan terasa lelah, betul-betul lukisan alam yang tak akan bisa kamu nikmati hanya melalui gambar-gambar di buku, kamu harus melihatnya sendiri. hawa dingin dan tanah yang selalu basah tak pernah menghalangiku melangkahi jalanan dusun sinoa hingga beberapa tahun kemudian kami masih kembali ke sinoa. seperti pagi itu ketika berjalan-jalan kecil, sembari melihat lahan bawang kami diajak seorang petani lokal kerumahnya. kami berbincang-bincang sebentar kemudian diajak melihat-lihat lahan bawang, bapak yang saya lupa namanya itu menjelaskan sambil menunjuk-nunjuk ke lahannya yang masih memperlihatkan tunas bawang.

bawang adalah adalah tumbuhan sejenis tunas-tunasan, ada yang mengatakan itu adalah tumbuhan umbi-umbian namun kalau dilihat lebih teliti ternyata dia mempunyai akar yang menyerupai serabut akar yang menyerap air untuk disuplai menjadi makanan untuk si bawang. penanamannya tidak terlalu sulit, cuma butuh bibit air dan perawatan. biasanya bawang ditanam dengan tanah yang digundukan dengan jarak 3cm setiap bibitnya, jangan terlalu banyak air jika tak ingin tanaman bawangmu gagal. itu sedikit yang saya dapat dari ngobrol-ngobrol singkat kami.

kami pamit dan melanjutkan jalan-jalan kami kearah yang lebih tinggi, kami mendapati lahan tomat. kami hanya melihat-lihat, petani yang sedang melihat-lihat lahan tomat mereka duduk disamping kami, kelihatannya bapak-bapak berkuda ini dari arah lapangan tempat mereka sering memberikan makan ternaknya. kami ditanyai macam-macam, tujuan kami ke sinoa, kami siapa, dikirim oleh siapa, darimana dan banyak lagi. kami menjawabnya dengan tenang tanpa perlu memperlihatkan keromantisan kami, disini adat masih sangat dijunjung tinggi, perempuan dan lelaki berjalan berdua keluar kota bukanlah hal yang bisa cepat diterima mereka. jadi kami hanya mengenalkan diri kami sebagai sepasang teman yang sedang melakukan penelitian tumbuh-tumbuhan. sebaliknya kami juga bertanya macam-macam tentang banyak hal mengenai tumbuhan tomat.

Menjelang sore kami beranjak ke tempat yang lebih tinggi, menuju pohon tertinggi di dusun tersebut ditemani bapak yang kami temui di lahan jagung dekat rumah pak dusun.  Mendaki ke arah atas kami mendapati beberapa kampung, diantaranya adalah kampung bonto maccini dan kampung bambu (kampung yang dipenuhi perumahan dari bahan bambu). Kami sempat singga beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanan. Kampung ini dihuni tidak sampai dua puluh kepala keluarga, warga kampung ini sebagian besar bertani, berkebun dan bermalas-malasan dirumah. Tiap malam kami pasti disuguhi ketela masak dengan cocolan sambal terasi yang harum.

Persiapan kami cuma joging sore yang teratur, tidak terlalu berat karena kabut dingin yang menyapa kami tiap pagi hingga sorenya, serta sapaan ramah warga sekitar. Daypack pun terisi penuh dengan bekal dan perlengkapan yang cukup. Baterei MP3 kami hemat sehemat mungkin untuk menemani pendakian nantinya, katanya jika kami terus kearah atas kami bisa saja tembus ke Sinjai.

Beberapa hari kemudian kami melanjtkan perjalanan lagi, ternyata tidak begitu jauh hanya saja jalanan bebatuan yang menghambat kakiku yang hanya berbekal sepatu kets hampir bocor. Tapi dengan melihat dan menikmati puncak "Pohon Tertinggi" capek dan sakit hilang sesaat. Kami menghabiskan beberapa menit menikmatinya dan mencatat beberapa hal serta merencanakan perjalan yang lebih jauh lagi.

Ini adalah catatan pertama kami sebenarnya, hanya saja kami baru mengingatnya setelah membuka catatan-catatan dan gambar-gambar terdahulu. semoga bapak, ibu, kakak yang di Sinoa sana  masih tetap bertahan menghalau segala hal yang berhubunan dengan modal dan kebijakan pemerintah yang masih saja tak pernah selaras dengan alam. amin

Salam cinta

0 komentar:

Posting Komentar

 

bokbek © bokbokbekbek@gmail.com